Musim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan 2023 telah tiba, dan kini saatnya untuk memahami dengan baik perubahan-perubahan terbaru dalam tarif pajak penghasilan. Pelaporan ini berlangsung mulai bulan Januari hingga Maret 2024 untuk Wajib Pajak (WP) pribadi, dan hingga akhir April 2024 untuk WP Badan.

Untuk mempermudah proses pelaporan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menawarkan layanan online melalui DJP Online di https://djponline.pajak.go.id/. WP dapat menggunakan fitur e-Filing untuk mengisi SPT dan melaporkan pajak secara mandiri.

“Bagi kawan pajak yang merupakan karyawan, sudah saatnya meminta bukti potong dari kantor pemberi kerja dan segera melaporkan SPT Tahunan 2023 sebelum batas waktu 31 Maret 2024,” demikian pesan DJP di media sosial X pada 4 Januari 2024.

Perlu diingat bahwa Indonesia akan menerapkan metode baru untuk menghitung tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh 21 karyawan mulai Januari 2024. Perubahan ini melibatkan penggunaan tarif efektif rata-rata (TER).

Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo, landasan hukum untuk perubahan ini tinggal menunggu tandatangan, dan diharapkan akan segera diterbitkan. Tarif efektif tidak hanya berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi karyawan, tetapi juga untuk pegawai kriteria umum serta PNS/TNI-POLRI.

Bagaimana cara menghitung PPh menggunakan TER? Rumus baru adalah TER x Penghasilan Bruto untuk masa pajak selain masa pajak terakhir. Masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh, atas jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan atau pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Penting untuk dicatat bahwa UU HPP menetapkan tarif PPh orang pribadi sebanyak 5 tarif, satu tarif lebih banyak dibandingkan dengan UU PPh sebelumnya. Penambahan ini berlaku untuk penghasilan tertinggi, yaitu di atas Rp 5 miliar yang dikenakan tarif 35%.

Dalam ilustrasi perbandingan perhitungan PPh Pasal 21, kita dapat mengambil contoh Retto, seorang Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status menikah dan tanpa tanggungan. Retto bekerja sebagai pegawai tetap di PT Jaya Abadi dengan gaji Rp10.000.000 per bulan.

  1. Perhitungan PPh Saat Ini:

  2. Dengan mekanisme pemotongan PPh saat ini, maka perhitungannya sebagai berikut:

    Dengan gaji Rp10.000.000 dikurangi Biaya Jabatan 5% x Rp10.000.000 yang menjadi sebesar Rp 500.000, maka penghasilan neto sebulan Retto sebesar Rp 9.500.000,00. Adapun penghasilan neto setahun dihitung sebagai berikut:

    12 x Rp9.500.000,00 = Rp114.000.000.

    Dengan memperhitungkan status Retto, PTKP setahun Retto yang masuk kategori kawin tanpa tanggungan atau dengan simbol tabel K/0. Alhasil, besaran pengurangan total penghasilan neto setahun dikurangi Rp 58.500.000 sehingga nominal Penghasilan Kena Pajak setahun menjadi Rp 55.500.000.

    Dengan demikian total PPh Pasal 21 terutang perhitungannya menjadi 5% x Rp55.500.000 dengan hasil Rp2.775.000 dan PPh Pasal 21 per bulannya menjadi sebesar Rp2.775.000 : 12 dengan total akhir menjadi Rp231.250.

  3. Perhitungan Tarif Efektif atau TER:

  4. Berdasarkan status PTKP dan jumlah penghasilan bruto, pemberi kerja menghitung PPh Pasal 21 Retto menggunakan Tarif Efektif Kategori A dengan tarif 2,25%. Dengan demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan Retto adalah:

    Januari – November : Rp10.000.000,00 x 2,25% = Rp225.000,00/bln
    Desember : Rp2.775.000 – (Rp225.000,00 x 11) = Rp300.000,00

    Adapun, selisih pemotongan sebesar Rp75.000,00.

  5. sumber cnbcindonesia

Dengan memahami perubahan-perubahan ini, Wajib Pajak dapat mengoptimalkan pengembalian pajak mereka dan memastikan bahwa proses pelaporan SPT Tahunan 2023 berjalan lancar.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *