Wajib pajak yang tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak dapat menghadapi sanksi administratif yang serius, baik secara sengaja maupun tidak. Sebagai contoh, baru-baru ini, enam pengemplang pajak telah ditindak oleh Direktorat Jenderal Pajak karena mereka tidak menyampaikan SPT dengan sengaja dan melaporkan informasi palsu dalam SPT mereka.

Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah menetapkan kewajiban bagi individu yang termasuk dalam kategori wajib pajak untuk melaporkan SPT pajak. Bagi wajib pajak yang melanggar ketentuan tersebut, sanksi administratif, denda, dan bahkan penjara telah disiapkan.

Namun, pidana pajak diatur sebagai alternatif terakhir dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021, agar dapat menciptakan efek jera dan efek gentar yang dapat mendorong kepatuhan pajak. Namun, penegakan hukum pidana pajak hanya berlaku untuk wajib pajak yang tidak kooperatif dan dengan sengaja melakukan tindakan pidana perpajakan.

Sanksi administratif dikenakan kepada wajib pajak yang tidak melakukan pelaporan SPT, seperti denda sebesar Rp500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN), denda sebesar Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya, denda sebesar Rp1.000.000 untuk SPT Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan, dan denda sebesar Rp100.000 untuk SPT PPh Wajib Pajak Perorangan.

Jika wajib pajak terlambat menyetor uang denda, maka denda tersebut dapat bertambah lagi sesuai dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) ditambah 5% dibagi 12 bulan. Selain itu, wajib pajak juga dapat dikenakan sanksi pidana, seperti hukuman penjara selama enam bulan hingga enam tahun dan denda sebesar dua hingga empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Sanksi pidana dan administratif tersebut harus diperhatikan oleh setiap wajib pajak, karena mereka dapat mengalami konsekuensi serius jika tidak mematuhi ketentuan pajak yang berlaku.

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *