Untuk lebih memahami tentang apa itu Pajak Masukan, silahkan disimak penjelasan seputar Pajak Masukan berikut ini.
Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama. Bagi Pengusaha Kena Pajak (selanjutnya disingkat PKP) yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean wajib membayar Pajak Pertambahan Nilai (selanjutnya disingkat PPN) dan berhak menerima bukti pungutan pajak. PPN yang seharusnya sudah dibayar tersebut merupakan Pajak Masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak, penerima Jasa Kena Pajak, pengimpor Barang Kena Pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang berstatus sebagai PKP. Pajak Masukan yang wajib dibayar tersebut oleh PKP dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungutnya dalam Masa Pajak yang sama.
Bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Pada dasarnya Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak keluaran pada Masa Pajak yang sama. Namun, bagi PKP yang belum berproduksi, Pajak Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal diperkenankan untuk dikreditkan kecuali Pajak Masukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
- perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum PKP berproduksi.
Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak yang memenuhi persyaratan perundang-undang perpajakan. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan PPN yang harus disetor oleh PKP. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Artinya, dalam suatu Masa Pajak dapat terjadi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran. Kelebihan Pajak Masukan tersebut tidak dapat diminta kembali pada Masa Pajak yang bersangkutan, tetapi dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
Contoh:
Masa Pajak Mei 2010 Pajak Keluaran = Rp2.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp4.500.000,00
——————(-)
Pajak yang lebih dibayar = Rp2.500.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010.
Masa Pajak Juni 2010
Pajak Keluaran = Rp3.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan = Rp2.000.000,00
——————-(-)
Pajak yang kurang dibayar = Rp1.000.000,00
Pajak yang lebih dibayar dari Masa Pajak Mei 2010
yang dikompensasikan ke Masa Pajak Juni 2010 = Rp2.500.000,00
——————-(-)
Pajak yang lebih dibayar Masa Pajak Juni 2010 = Rp1.500.000,00
Pajak yang lebih dibayar tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak Juli 2010.
Atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. Kelebihan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya. Namun, apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi). Termasuk dalam pengertian akhir tahun buku dalam ketentuan ini adalah Masa Pajak saat Wajib Pajak melakukan pengakhiran usaha (bubar).
Dikecualikan dari ketentuan tersebut diatas, atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh:
- PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
- PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN;
- PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang PPN tidak dipungut;
- PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
- PKP yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
- PKP dalam tahap belum berproduksi.
Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada PKP yang mempunyai kriteria sebagai PKP berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan Perubahannya. Ketentuan mengenai PKP berisiko rendah yang diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap PKP dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Yang dimaksud dengan “penyerahan yang terutang pajak” adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dikenai PPN. Yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN. PKP yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagian penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan PKP.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak melakukan beberapa macam penyerahan, yaitu:
- penyerahan yang terutang pajak = Rp25.000.000,00, Pajak Keluaran = Rp2.500.000,00
- penyerahan yang tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00, Pajak Keluaran = nihil
- penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp5.000.000,00, Pajak Keluaran = nihil
Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan:
- Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang terutang pajak = Rp1.500.000,00
- Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai = Rp300.000,00
- Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang berkaitan dengan penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai = Rp500.000,00
Menurut ketentuan ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran sebesar Rp2.500.000,00 hanya sebesar Rp1.500.000,00.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam hal Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, cara pengkreditan Pajak Masukan dihitung berdasarkan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan, yang dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dan kepastian kepada PKP.
- Pedoman Pengkreditan PM Bagi PKP yang Melakukan Penyerahan Terutang dan Tidak Terutang/dibebaskan PPN
Pedoman Pengkreditan PM ini tidak dapat dimanfaatkan oleh PKP yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan dengan menggunakan Norma sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) UU PPN (PKP dengan jumlah peredaran bruto tidak melebihi jumlah tertentu) dan PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu (dalam hal ini Pedagang Kendaraan Bermotor Bekas Secara Eceran).
- Pajak Masukan yang dapat dikreditkan
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.
Apabila PKP:
- menghasilkan BKP yang atas penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak; dan
- mengolah dan/atau memanfaatkan lebih lanjut BKP di atas, baik melalui unit pengolahan sendiri maupun melalui titip olah dengan menggunakan fasilitas pengolahan PKP lainnya sehingga menjadi BKP yang atas penyerahannya termasuk dalam Penyerahan yang Terutang Pajak,
sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, Pajak Masukan yang sudah dibayar dapat dikreditkan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan.
Apabila dalam suatu Masa Pajak PKP selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.
“Penyerahan yang terutang pajak” di sini adalah penyerahan barang atau jasa yang sesuai dengan ketentuan UU PPN dikenai PPN.
Sedangkan yang dimaksud dengan “penyerahan yang tidak terutang pajak” adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenai PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
- Langkah-langkah pengkreditan PM nya adalah :
- PKP mengkreditkan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman :
- Langkah-langkah pengkreditan PM nya adalah :
P = PM x Z
- P adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan;
- PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP;
- Z adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya.
PKP mengkreditkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP tersebut Pada bulan perolehan BKP dan/atau JKP di SPT Masa PPN bulan perolehan BKP dan/atau JKP.
- Pada akhir tahun buku, setelah diketahui berapa jumlah total penyerahan yang sebenarnya atas penyerahan yang terutang PPN, tidak terutang PPN atau dibebaskan PPN, PKP melakukan Penghitungan kembali Pajak Masukan berdasarkan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sebagai berikut:
- untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun:
P’ = PM/T X Z’
- P’ adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
- PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
- T adalah masa manfaat BKP dan/atau JKP yang ditentukan sebagai berikut:
- untuk BKP berupa tanah dan bangunan adalah 10 (sepuluh) tahun;
- untuk BKP selain tanah dan bangunan dan JKP adalah 4 (empat) tahun;
- Z’ adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku;
- untuk BKP dan JKP yang masa manfaatnya 1 (satu) tahun atau kurang:
P’ = PM x Z’
- P’ adalah jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam 1 (satu) tahun buku;
- PM adalah jumlah Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
- Z’ adalah persentase yang sebanding dengan jumlah Penyerahan yang Terutang Pajak terhadap seluruh penyerahan dalam 1 (satu) tahun buku.
- PKP menghitung Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat BKP dan/atau JKP
- PM yang telah dikreditkan pada bulan perolehan BKP dan/atau JKP tadi (P) dibagi dengan masa manfaat BKP dan/atau JKP)
- PKP menyimpulkan besar Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali ( bisa mengurangi atau menambah Pajak Masukan untuk Masa Pajak Januari; Februari; atau Maret Tahun Pajak berikutnya setelah berakhirnya tahun buku yang bersangkutan)
- Mengurangi Pajak Masukan jika : Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat BKP dan/atau JKP lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan hasil penghitungan kembali
- Menambah Pajak Masukan jika : Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang telah dikreditkan untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat BKP dan/atau JKP lebih kecil dari pada jumlah Pajak Masukan hasil penghitungan kembali
- Penghitungan kembali Pajak Masukan sesuai dengan jumlah total penyerahan yang sebenarnya atas penyerahan yang terutang PPN, tidak terutang PPN atau dibebaskan PPN pada setiap tahun buku, dilakukan setiap tahun sampai dengan masa manfaat BKP dan/atau JKP berakhir.
- Contoh penghitungan pengkreditan PM lengkap ada di Lampiran PMK-135/PMK.011/2014
- Contoh PKP yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan yang Tidak Terutang Pajak
PKP yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak antara lain:
- PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated), misalnya PKP yang menghasilkan jagung (Jagung bukan merupakan BKP), dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan BKP), yang sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
- PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN, misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
- PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang PPN, misalnya PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan BKP berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN.
- PKP yang menghasilkan BKP yang terutang PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN, misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang PPN dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Contoh Perlakuan Pengkreditan Pajak Masukan
Untuk PKP yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak seperti contoh diatas, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut:
- Pajak Masukan atas perolehan BKP dan atau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang terutang PPN, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya:
- Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi minyak jagung;
- Pajak Masukari untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor;
- Pajak Masukan atas perolehan BKP danjatau JKP yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang terkait dengan penyerahan yang tidak terutang PPN atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, tidak dapat dikreditkan seluruhnya, misalnya:
- Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan JKP yang atas penyerahannya tidak terutang PPN;
- Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk membangun rumah sangat sederhana, karena atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan PPN.
- Sedangkan Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, misalnya:
- Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung, yang sebagian jagung tersebut dijual kepada pihak lain dan tidak diolah sendiri oleh pemilik kebun jagung menjadi minyak jagung;
- Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak Masa Pajak Pengkreditan Pajak Masukan dimulai. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan atas pengeluaran dalam rangka impor dan/atau perolehan barang modal juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut harus berhubungan dengan adanya penyerahan yang terutang PPN. Dalam hal PKP mengalami keadaan gagal berproduksi, tidak ada penyerahan yang terutang pajak, sehingga tidak ada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya, Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan barang modal yang telah dikembalikan harus dibayar kembali. Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh PKP yang peredaran usahanya dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi jumlah tertentu, kecuali PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan. Dalam rangka memberikan kemudahan dalam menghitung PPN yang harus disetor, PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dengan menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan.
Pengkreditan Pajak Masukan tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk:
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
- perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai PKP;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan atau tidak mencantumkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
- perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan; dan
- perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum PKP.
Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan.
Contoh:
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini.
Yang dimaksud dengan pengeluaran yang langsung berhubungan dengan kegiatan usaha adalah pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen. Ketentuan ini berlaku untuk semua bidang usaha. Agar dapat dikreditkan, Pajak Masukan juga harus memenuhi syarat bahwa pengeluaran tersebut berkaitan dengan adanya penyerahan yang terutang PPN. Oleh karena itu, meskipun suatu pengeluaran telah memenuhi syarat adanya hubungan langsung dengan kegiatan usaha, masih dimungkinkan Pajak Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan, yaitu apabila pengeluaran dimaksud tidak ada kaitannya dengan penyerahan yang terutang PPN.
Pajak Masukan yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP tidak dapat dikreditkan. Contoh:
Pengusaha A melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 19 April 2010. Pengukuhan sebagai PKP diberikan pada tanggal 20 April 2010 dan berlaku surut sejak tanggal 19 April 2010. Pajak Masukan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang diperoleh sebelum tanggal 19 April 2010 tidak dapat dikreditkan berdasarkan ketentuan ini. Dalam hal tertentu dapat terjadi PKP baru membayar PPN yang terutang atas perolehan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak setelah diterbitkan ketetapan pajak. PPN yang dibayar atas ketetapan pajak tersebut tidak merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Sesuai dengan sistem self assessment, PKP wajib melaporkan seluruh kegiatan usahanya dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN. Selain itu, kepada PKP juga telah diberikan kesempatan untuk melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa PPN, sehingga sudah selayaknya jika Pajak Masukan yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN tidak dapat dikreditkan.
Contoh:
Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN dilaporkan :
Pajak Keluaran = Rp10.000.000,00
Pajak Masukan = Rp8.000.000,00
Dari hasil pemeriksaan diketahui:
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
Pajak Masukan = Rp11.000.000,00
Dalam hal ini, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak sebesar Rp 11.000.000,00 tetapi tetap sebesar Rp8.000.000,00, sesuai dengan yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan
Pajak Keluaran = Rp15.000.000,00
Pajak Masukan = Rp 8.000.000,00
——————– (-)
Kurang Bayar menurut
hasil pemeriksaan = Rp 7.000.000,00
Kurang Bayar menurut
Surat Pemberitahuan = Rp 2.000.000,00
——————–(-)
Masih kurang dibayar = Rp 5.000.000,00
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. PKP untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama yang disebabkan antara lain, Faktur Pajak terlambat diterima. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang tidak sama tersebut hanya diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasi) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan dan terhadap PKP belum dilakukan pemeriksaan.
Contoh:
Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tertanggal 7 Juli 2010 dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak Juli 2010 atau pada Masa Pajak berikutnya paling lama Masa Pajak Oktober 2010.
Dalam hal terjadi penggalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak Masukan atas Barang Kena Pajak yang dialihkan yang belum dikreditkan oleh PKP yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh PKP yang menerima pengalihan, sepanjang Faktur Pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.